Refleksi Kuliah 1 Filsafat PEP (Zoom) - 30 Agustus 2021

Ditulis oleh     : Purwoko Haryadi Santoso (21701261044)
Program studi : S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (Kelas C)

Bismillahirrohmanirrohim. 

Assalamu'alaykum warohmatullahi wabarakatuh 

Sudah lama rasanya, saya tidak menulis melalui media blog pribadi saya ini. Alhamdulillah, terinspirasi dari perkuliahan S3 yang sedang saya jalani mulai tahun ini (2021), khususnya pada mata kuliah Filsafat Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PPS 9201) (diampu oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A), saya akan mencoba untuk membuat tulisan kembali setiap minggunya.



Pada awal pertemuan, kami diberi kesempatan untuk memperkenalkan diri oleh Bapak Marsigit. Tak kenal maka tak sayang, begitulah kira-kira gambaran untuk mengawali sebuah pertemuan perdana pada kuliah semester 1 program doktoral (S3) ini. Kami yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia bergabung dalam keluarga "Sedulur C" S3 PEP UNY 2021 untuk berjuang bersama-sama di tempat yang mulia ini dalam rangka menimba ilmu sebanyak-banyaknya agar bisa kita sebarkan kembali ke tempat asal kita. Setelah berkenalan kepada 14 anggota kelas, kami bersama Bapak Marsigit menyepakati ketua kelas/ penanggungjawab mata kuliah Filsafat PEP yang dijadwalkan setiap hari Senin pukul 11.10-12.50 WIB yaitu mbak Yudince Marinding (yang sering dipanggil dengan nama "Amel"), salah seorang dosen yang berasal dari kota Ambon.

Deskripsi mata kuliah Filsafat PEP mengawali penyampaian Bapak Marsigit untuk memberikan perkenalan kepada mahasiswa. Seperti perkuliahan akan dilaksanakan beberapa kali melalui Zoom atau media lain seperti rekaman kuliah Bapak Marsigit di channel Youtube-nya. Mengenai penugasan, Bapak Marsigit mengendaki seluruh tugas dibuat dalam format PDF yang dikirimkan secara "japri" melalui nomor WA Bapak Marsigit. Melalui, perkenalan sistem perkuliahan ini, Bapak berharap agar kita bisa menjalani kuliah ini dengan sungguh-sungguh demi mendapatkan ilmu sebanyak-banyaknya.

Untuk memulai mempelajari ilmu Filsafat, kita harus memahami bagaimana tata cara belajar filsafat. Untuk memulai mempelajari bagaimana tata cara belajar filsafat kita harus memahami bagaimana kedudukan filsafat. Untuk mengetahui kedudukan filsafat kita harus memahami apa saja unsur-unsur filsafat. Unsur-unsur filsafat ada tiga aspek antara lain hakikat (ontologis), metode (epistemologis), dan manfaat (aksiologis). Khusus aspek yang ketiga yaitu aksiologis selanjutnya bisa dipecah kembali menjadi aspek etis dan estetis. Setiap hal dalam kehidupan yang kita hadapi dapat kita pelajari dengan menggunakan ketiga unsur filsafat ini. Itu tidak terbantahkan, silakan saja jika Saudara pembaca bisa mencari kelemahan dari pendapat ini hehehe. Filsafat tidak terbantahkan, meskipun ilmu ini tidak diperoleh dari kitab. Kitab berbeda dengan ilmu Filsafat. Kitab adalah firman Tuhan yang sudah pasti kebenarannya. Sedangkan orang yang tidak setuju dengan filsafat artinya ia tidak setuju dengan pikirannya sendiri karena belajar filsafat adalah mempelajari pikiran kita sendiri.

Sumber filsafat yang dipikirkan seseorang bisa berasal dari dua hal yaitu budaya (yang paling dekat) dan spiritual. Maka, proses berpikir dalam filsafat harus bersumber dalam kedua hal ini karena jika tidak maka hasil filsafat kita bisa berbahaya. Bahaya ini bisa diibaratkan seperti kita sudah pergi maju tetapi kita tidak bisa mundur.

Ketika dalam proses berfilsafat kita menggunakan pikiran kita untuk berpikir yang diseimbangkan oleh perasaan (hati). Tidak bisa menggunakan salah satunya saja. Hati punya keterbatasan seperti pikiran juga terbatas. Contohnya kita bisa pusing jika lama-lama berpikir makannya kita perlu berdoa, tidur, atau beristirahat ketika sudah mengalami pusing, hehehe. Meskipun begitu, dengan berfilsafat kita akan membangun pikiran melalui beberapa alat belajar filsafat.

Alat belajar filsafat adalah bahasa analog (kesamaan dunia). Misalnya : hati - ibadah - doa. Ketiga pasangan kata ini bersesuaian satu sama lain. Hati merupakan sanubari dalam beribadah yang didalamnya ada proses berdoa. Kemudian contoh lainnya adalah ilmu dan pikiran. Ilmu merepresentasikan pikiran. Akan tetapi, yang perlu digarisbawahi bahasa filsafat ini lebih dari sekadar kiasan. Tua merepresentasikan pemimpin atau yang dituakan. Hati merepresentasikan spiritualitas yang bermuara pada agama. Lebar berarti sabar. Dunia identik dengan pikiran. Akhirat dapat direpresentasikan dari hati. Semua bahasa analog dalam filsafat ini akan kita peroleh sendiri melalui pengalaman yang kita jalani.

Ilmu tidak mengenal kasta. Filsafat tidak mengenal tokoh. Siapapun bisa memiliki ilmu setinggi-tingginya. Siapapun memiliki hak untuk berfilsafat. Meskipun beberapa filsuf Yunani kuno telah menghasilkan pemikiran-pemikiran terdahulu, ilmu filsafat tidak sebatas mempelajari pemikiran filsuf-filsuf pendahulu kita. Belajar filsafat menuntut kita untuk berani berpikir sampai tidak berhenti tetapi akhirnya kita sadar kita sudah waktunya untuk berhenti. Maka, berfilsafat membuat kita tidak bersifat tertutup tetapi terbuka pada akhirnya. Pasti, Saudara pembaca bingung membaca kalimat ini. hehehe. Sebingung-bingung kita dalam berfilsafat pada akhirnya proses ini akan membuat kita memperoleh ilmu. Akan tetapi, naudzubillahi min dzalik sebingung-bingungnya hati adalah tanda-tanda godaan syaithon yang sedang ada dalam diri kita.

Sampai sini, mungkin Saudara pembaca sudah memahami bagaimana berfilsafat itu dan (mungkin) sudah mulai "ngebul" otaknya hehehe. Selanjutnya, dalam berfilsafat kita juga harus bersifat profesional, maksudnya adalah kita harus bisa membedakan antara pikiran dan hati. Masing-masing memiliki kelemahan jika kita keliru dalam menempatkan fungsinya. Misalnya adalah jika kita merasa pusing maka pusing kita itu letaknya adalah di otak bukan di hati dan begitu pula sebaliknya. Maka, akhirnya kita bisa memahami berfilsafat itu sangat luas. Hal yang berkenaan dengan, pernyataan Note of The Day yang disampaikan Bapak Marsigit pada akun FB-nya pada tanggal 30 Agustus 2021. Objek Filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada. Hal yang ada saat ini bisa saja kita indera dengan indera yang kita miliki. Tetapi bagaimana dengan "yang mungkin ada". Yang ada saat ini saja, apakah bisa kita jangkau semuanya ? Jika di depan terdapat gedung penghalang seperti apartemen, apakah Saudara bisa melihat keadaan di balik apartemen ? Lalu, aspek yang mungkin ada apakah bisa kita indera ? Apakah mungkin ? Secara logika awam mungkin tidak bisa. Tetapi, hal ini pasti bisa, jika kita berfilsafat. Karena ketika kita berfilsafat kita mempelajari hal yang ada dan hal yang mungkin tidak ada, begitulah kira-kira hasil pemikiran saya sejauh ini. 




Tetapi, Saudara pembaca perlu memahami bahwa sebenar-benarnya berfilsafat adalah tulisan/kalimat yang mudah dipahami. Layaknya tulisan yang kali ini Saudara baca adalah cara filsafat saya melalui tulisan yang saya buat pada blog pribadi ini. Semoga bisa mudah dipahami oleh Saudara pembaca, ya, sehingga saya sudah bisa dikatakan melalui proses berfilsafat. Hehehe.

Astagfirullohaladzim jika terdapat kesalahan dalam refleksi perkuliahan Filsafat PEP bersama Bapak Marsigit pada postingan kali ini. Terima kasih kepada Saudara pembaca yang sudah menyimak hingga akhir.

Wabilahi taufik wal hidayah. 
Wassalamu’alaykum warahmatullohi wabarokatuh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman dan Tips-Tips Lolos CPNS Dosen Kemenristekdikti

Pengaruh Suasana Kelas yang Monoton dan Membosankan terhadap Proses Pembelajaran

Analisis Dimensi dan Kesetaraan Besaran