Refleksi Critique of Pure Reason (Immanuel Kant)

Ditulis oleh : Purwoko Haryadi Santoso (21701261044)

Program studi : S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (Kelas C)

Studi fenomenologi dan heuristik yang dilakukan Marsigit (2007) telah mengkaji bagaimana kontribusi pemikiran Kant (1781) dalam menjelaskan fondasi epistemologis ilmu matematika. Sebelum gagasan Immanuel Kant diajukan, fondasi epistemologis ilmu matematika terbagi ke dalam dua kaki yang memiliki ideologi yang bertentangan satu sama lain. Penganut filsafat empirisme berpendapat bahwa fondasi epistemologis dan kebenaran ilmu matematika adalah sudah pasti karena mereka mengganggap objek yang menjadi dalil harus menggunakan kebenaran dalil sebelumnya. Sebaliknya, kubu rasionalis berpendapat bahwa ilmu matematika bukan merupakan ilmu yang baru karena pengetahuan matematika sudah ada di dalam pikiran manusia sebelum mereka mengalami aktivitas kognitif. Oleh karena itu, fondasi keilmuan matematika berpijak di atas dua pondasi masalah epistemologis. Pertama, matematika dibatasi oleh kemampuan panca indera sehingga matematika seyogyanya bersifat intuitif dan berada di sekitar dunia yang mampu diinderakan. Oleh karena itu, untuk memahaminya dibutuhkan teori persepsi yang lebih kompleks. Kedua, matematika tidak konsisten dengan keterbatasan panca indera sehingga kita tidak bisa membatasi hal yang bisa diintuisikan oleh matematika. Matematika tidak harus selalu tentang hal yang bisa diinderakan. Matematika seharusnya bisa dipelajari melalui tinjauan abstrak yang teliti dan kritis.

Marsigit (2007) menyimpulkan bahwa teori pengetahuan Kant menelusuri landasan epistemologis bahwa ilmu matematika diperoleh melalui proses sintetik a priori darimana dalil yang valid dan tak terbantahkan dapat dihasilkan. Dalam filsafat matematika kontemporer, kontribusi Kant dapat didukung oleh sifat kemampuan panca indera. Dengan demikian, matematika seharusnya bersifat intuitif dan mengisyaratkan bahwa fondasi epistemologis matematika menjadi teori intuisi indera yang lebih kompleks.

Pada tulisan kali ini, penulis akan memulai pembahasan pemikiran Kant tentang pertanyaan epistemologis  dasar dari pemikiran Kant. Berawal dari tiga pertanyaan dasar yang dipikirkan Immanuel Kant yaitu(1) what can I know ?, (2) what should I do ?, dan (3) what may I hope for ? Pertanyaan pertama dijawabnya pada buku Critique of Pure Reason, pertanyaan kedua dijawab pada buku Critique of Practical Reason, dan pertanyaan ketiga dijawab pada buku Critique of Judgement. Dalam filsafat kritisnya, sintesis pengetahuan merupakan ciri khas pemikiran Kant yang mengutamakan sisi epistemologis daripada metafisis tidak seperti filsuf abad pertengahan. Beliau bertujuan untuk membalikkan kecenderungan yang ada dan berproses menjadi filsafat modern dan untuk memvalidasi ilmu itu sendiri, menguji pengaplikasianya, dan untuk menentukan batasannya. Filsafat sebelum Kant menekankan pengetahuan objek dunia luar tetapi Kant fokus kepada kognisi dan bagaimana benda diketahui dalam pemahaman kita.

Kant menyatakan bahwa jika kita ingin memahami hakikat alam semesta, kita harus memahami pikiran manusia. Karena pikiran manusia adalah subjek yang terbatas maka pikiran tidak bisa menjadi kunci realitas yang absolut. Meskipun pikiran manusia tidak berisi pengalaman seseorang, tetapi dapat memberikan kita bentuk dimana kita mengalaminya. Kant menyebutkan filsafatnya sebagai transendental yaitu Kant tidak hanya memperhatikan fenomena seperti cara a priori kita terhadap mereka. Preferensi Kant adalah mencari bagaimana pikiran kita berurusan dengan objek dunia luar. Kant ingin menetapkan bahwa prinsip a priori bersifat fundamental dalam setiap penyelidikan epistemologis. Oleh karena itu, teori pengetahuan Kant berdasarkan prinsip a priori dan keputusan sintetik.

Kant meninjau setiap aspek masalah yang relevan dengan karya filsuf sebelumnya sehingga karya Kant sebagai repetisi dari karya sebelumnya yang pernah memecahkan masalah tersebut. Pertanyaan dasar Kant tentang epistemologi adalah : Bagaimana mungkin keputusan sintetik diketahui secara a priori ? Menurut Kant, solusi dari masalah ini adalah memahami konsep “alasan murni” (pure reason) sebagai fondasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, yang mengandung pengetahuan teoritis a priori sebuah benda dan solusi pertanyaan ini bergantung kepada eksistensi atau keruntuhan ilmu metafisika. Dengan demikian, sistem absolut, pengetahuan pasti dapat ditegakkan hanya pada fondasi keputusan yang sintetik dan diperoleh dari pengalaman secara independen.

Kant mengilustrasikan keputusan sintetik a priori adalah fundamental dalam ilmu matematika, fisika, dan metafisika. Sebagai contoh, dalam matematika kita katakan bahwa tiga ditambah empat adalah tujuh. Bagaimana kita bisa mengetahuinya? Jawaban tidak diperoleh melalui pengalaman tetapi melalui pengetahuan a priori. Selain itu, kita merasa membutuhkan keputusan ini; pengetahuan lampau telah menunjukkan bahwa tiga ditambah empat adalah tujuh, tetapi kita menegaskan bahwa kasus yang sama akan berlaku benar untuk masalah selanjutnya. Kant menyebutkan keputusan ini sebagai sintetik dimana konsep predikat membawa konsep subjek tentang suatu hal yang terletak di luar subjek. Meskipun jawaban ini berhubungan dengan subjek, akan tetapi, dalam keputusan analitik, predikat semata-mata mengungkapkan sesuatu yang sudah terkandung di dalam subjek.

Kant mengklaim bahwa pengetahuan dalam bentuk keputusan hanya bisa diperoleh ketika hubungan antara predikat dan subjek adalah sintetik dan pengetahuan meminta keputusan ini harus diperoleh a priori terhadap semua pengalaman yang independen. Dua “perkiraan” ini menjadi pertanyaan pada formulasi Kant. Pertama, kita membutuhkan makna lain dari mendapatkan pengetahuan di luar pengalaman. Kedua, semua pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman hanya valid secara aproksimasi. Tidak terjadi pada Kant dimana prinsip di atas membutuhkan bukti yang mungkin masih diragukan dan prasangka yang diambil Kant berasal dari filsafat dogmatik dan menggunakannya sebagai basis penyelidikan kritisnya. Kant membuat asumsi yang sama dan hanya menyelidiki pada kondisi seperti apa gagasannya valid atau tidak valid.

Cohen dan Stadler (dalam Steiner R.) berusaha untuk membuktikan bahwa Kant telah menjelaskan hakikat matematika a priori dan prinsip ilmiah murni. Akan tetapi, Kant dalam Critique of Pure Reason berusaha untuk menunjukkan bahwa matematika dan sains murni merupakan ilmu yang a priori, dimana segala bentuk pengalaman harus melekat pada subjek dan yang tersisa  adalah materi sensasi. Kant mengembangkan materi sensasi ke dalam sistem pengalaman dalam sistem pengalaman yang melekat pada subjek. Kant mengklaim bahwa kebenaran formal teori a priori memiliki makna dan signifikasi hanya jika prinsip yang mengatur materi sensasi dan prinsip membuat pengalaman terjadi, tetapi tidak pergi lebih jauh dari sekadar pengalaman. Kant menyimpulkan bahwa kebenaran formal ini disebut sebagai keputusan sintetik a priori dan harus berkembang sejauh pengalaman itu sendiri.

Fitur utama dari kritik Kant terhadap keputusan adalah membuat representasi dan memberi nama pada gagasannya. Seperti representasi, sebagai suatu pemahaman intuitif atau adaptasi dalam, adalah universal yang berada dalam waktu yang sama sebagai kesatuan konkret yang esensial. Prinsip oleh kemampuan keputusan reflektif mengatur dan menyusun hasil dari alam yang beranimasi, dijelaskan sebagai akhir atau final yang menyebabkan aksi dimana universal juga berarti menentukan dirinya sendiri. Berdasarkan Kant, alasan hanya mengetahui fenomena saja, masih ada pilihan bagi alam beranimasi diantara dua model pemikiran subjektif yang setara. Bahkan, berdasarkan penjelasan Kant, terdapat larangan untuk mengakui suatu pengetahuan tidak dibatasi pada kategori kualitas, sebab akibat, komposisi, konstituen, dan lain sebagainya.

Prinsip dari adaptasi batin atau desain telah dijaga dan diterapkan dalam aplikasi ilmiah dan akan membawa metode pengamatan alam yang berbeda dan lebih tinggi. Maka, epistemologi Kant tidak menelusuri dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan objek, tetapi mengklarifikasi seberapa objektif kebenaran bisa diperoleh. Kant mengistilahkannya sebagai metode transendental. Bagi Kant, kognisi adalah keputusan. Keputusan dibuat berdasarkan dalil, dan di dalam dalil terdapat subjek dan predikat. Pengetahuan semakin berkembang melalui keputusan dimana konsep baru yang tidak terkandung dalam subjek tampak pada predikat. Kant menyebutkan keputusan ini sebagai keputusan sintetik. Sebaliknya, keputusan dimana konsep predikat terkandung dalam konsep subjek yang dikenal dengan istilah keputusan analitik. Akhirnya, pengetahuan baru dapat diperoleh melalui keputusan sintetik.

Meskipun pengetahuan baru dapat diperoleh melalui keputusan sintetik, tidak akan menjadi pengetahuan yang benar jika tidak memiliki validitas universal. Agar pengetahuan bisa memiliki validitas universal, seharusnya tidak hanya sebagai pengetahuan empiris saja tetapi juga harus memiliki elemen a priori yang tidak tergantung pada pengalaman. Agar keputusan sintetik memiliki validitas universal, maka ia harus bersifat kognitif a priori yaitu keputusan sintetik yang a priori. Dengan demikian, Kant menghadapi pertanyaan : Bagaimana keputusan sintetik a priori ada ? Kant menjawab pertanyaan ini ke dalam tiga bidang ilmu: matematika, fisika, dan metafisika secara berturut-turut.

Karena menurut Kant, masalah utama pemikiran filsafatnya adalah pengetahuan atau keputusan sintetik a priori; Kant percaya bahwa semua pengetahuan dapat berkurang dalam bentuk keputusan. Pengetahuan diperoleh dari keputusan. Ada dua keputusan. Pertama, keputusan sintetik yaitu keputusan yang mengembangkan pengetahuan kita tentang hakikat atau keputusan analitik yaitu penjelasan dari apa yang sudah kita ketahui. Kedua, keputusan a priori yaitu pengetahuan yang valid secara universal atau keputusan a posteriori yaitu keputusan yang bersifat subjektif dan tidak memiliki apodiktisitas. Kant menganjurkan, secara de facto, terdapat keputusan sintetik a priori dalam aritmatika, geometri, fisika, dan metafisika. Ilmu-ilmu ini tidak hanya mungkin, tetapi juga bersifat aktual sebagai pengetahuan penting dan universal.

Berdasarkan Kant, sintetik a priori membuat semua hukum dan pengetahuan dari ilmu ini dinyatakan secara eksplisit. Akan tetapi, ada perbedaan antara matematika murni, ilmu alam murni, dan metafisika. Lagi-lagi, kita bisa bertanya bagaimana bisa ilmu ini ada? Bagaimana matematika murni bisa ada ? Kant mengklaim karena matematika adalah intuisi a priori. Bagaimana fisika murni ada ? Kant mengklaim karena terdapat kategori. Bagaimana metafisika sebagai kemampuan alami ada ? Kan mengklaim karena terdapat konsep alasan. Bagaimana metafisika sebagai ilmu ada ? Kant mengklaim karena ilmu ini sebagai ilmu praktis.

 

Referensi :

 

Marsigit. (2017). The role of Kant’s theory of knowledge in setting up the epistemological foundation of mathematics. Disertasi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman dan Tips-Tips Lolos CPNS Dosen Kemenristekdikti

Pengaruh Suasana Kelas yang Monoton dan Membosankan terhadap Proses Pembelajaran

Analisis Dimensi dan Kesetaraan Besaran