Refleksi Kuliah 1 Filsafat PEP (Youtube) - 30 Agustus 2021
Ditulis oleh : Purwoko Haryadi Santoso (21701261044)
Program studi : S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (Kelas C)
Assalamu'alaykum warohmatullahi wabarakatuh
Tulisan saya kali ini merupakan refleksi perkuliahan Bagian 1 Bapak Marsigit pada mata kuliah Filsafat PEP yang disalurkan melalui media Youtube pada tautan ini.
Yang bisa saya tangkap pada video rekaman perkuliahan Bapak Marsigit pada tanggal 17 Oktober 2019 adalah mengenai dua aliran filsafat yang pernah dipikirkan oleh filsuf-filsuf pendahulu kita serta paradigma moderat yang memposisikan diri berada diantara kedua aliran ini (yang berkembang di era modern seperti zaman sekarang). Kedua paradigma filsafat ini sangat berlawanan karena bersandar pada asumsinya masing-masing dan akan sangat berbahaya jika dipertentangkan apalagi jika orang-orang yang saling bertentangan ini tidak memahami bagaimana cara berfilsafat. Padahal keduanya tidak ada yang paling benar. Paradigma pertama memiliki kelebihan dan ada salahnya. Begitupula paradigma kedua juga memiliki kelebihan dan juga ada salahnya. Seperti Note of The Day yang disampaikan Bapak Marsigit melalui akun Facebook-nya pada tanggal 31 Agustus 2021.
Seseorang yang menganggap bahwa paradigma pertama adalah yang paling benar atau mengklaim bahwa paradigma kedua adalah yang paling benar berarti belum berfilsafat secara tuntas. Yang dianggap paling benar bisa menjadi yang paling salah. Yang dianggap paling salah bisa menjadi yang paling benar. Akrhirnya, setelah berfilsafat kita bisa berpikir secara bijaksana bahwa pikiran manusia tidak ada yang sempurna benarnya. Setidak sempurnanya pemikiran manusia adalah bentuk kesempurnaannya agar bisa menjalani kehidupan sehari-hari.
Kedua paradigma yang bertentangan ini adalah Rasionalisme vs Empirisme. Mari kita bahas satu per satu agar kemudian Saudara pembaca bisa membandingkan filosofi kedua paradigma ini satu sama lain setelah membaca postingan kali ini.
Rasionalisme
Aliran filsafat yang dianut beberapa filsuf seperti Parmenides, Rene Descartes yang menganggap bahwa hidup yang kita jalani adalah sesuatu yang sudah dipilih. Suatu pilihan yang sudah menjadi takdir sehingga bersifat tetap dan tidak berubah. Mendukung paham idealisme bahwa segala sesuatu harus taat pada aturannya yang bersifat mutlak. Perbedaan yang paling mencolok pada paradigma rasionalisme adalah spiritualisme yang diyakini oleh penganut aliran ini. Kepercayaan pada kuasa Tuhan akan hal yang terjadi pada manusia menjadikan penganutnya percaya bahwa ada sebab dari segala sebab setiap hal yang terjadi di dunia ini (Causa Prima).
Definisi yang telah ditetapkan harus bersifat tetap dan harus bersifat koheren dengan definisi lainnya. Kelogisan menjadi acuan kebenaran dalam paradigma filsafat rasionalisme. Kebenaran yang dihasilkan merupakan hasil berpikir yang bersifat analitik dan konsisten dengan aturan untuk menghasilkan sebuah aksioma, teorema untuk menjelaskan kejadian dalam kehidupan.
Orang yang berada di dalam barisan rasionalisme merupakan masyarakat yang patuh pada aturan yang sudah disepakati. Kegiatan yang bersifat formal merupakan rutinitas normatif yang dijalani setiap harinya. Keputusan yang ditetapkan selalu bisa diambil secara apriori berdasarkan hukum alam yang bersifat tetap dan konsisten. Jika A = A maka hal tersebut dapat dikatakan identitas dari entitas kebenaran. Tidak mengenal adanya kompromi.
Empirisme
Aliran filsafat yang menentang paham Rasionalisme seperti yang pernah dipikirkan oleh Heraclitos, filsuf yang sangat menentang paham Parmenides. Mereka menganggap bahwa hidup yang kita jalani adalah sesuatu yang harus kita pilih. Kita harus membuat pilihan dengan ikhtiar yang bisa dilakukan untuk mengubah kehidupan kita menjadi lebih baik. Mendukung paham realisme bahwa segala sesuatu harus bersifat kebendaan/materialisme. Karena orientasinya akan hadirnya materi dalam kehidupan, penganut pemahaman ini tidak meletakkan konsep spiritualisme dalam spiritualisme. Alam merupakan dunia yang harus dihadapi secara mandiri oleh manusia.
Tidak ada hal yang harus didefinisikan secara kaku dalam aliran ini . Yang ada hanyalah kita mengikuti contoh/fenomena yang selalu berubah mengikuti hukum alam. Empiris menjadi acuan kebenaran dalam paradigma ini artinya suatu hal dapat dikatakan benar ketika benar-benar terjadi dan dapat diamati. Kebenaran yang dihasilkan merupakan hasil berpikir yang bersifat sintetik dan korespondensi.
Keputusan yang ditetapkan selalu bisa diambil secara aposteori berdasarkan sintesis pemikiran dan temuan-temuan yang bersifat empiris. A tidak sama dengan A maka setiap hal dalam kehidupan ini adalah kontradiksi untuk menemukan kebenaran yang selalu bersifat baru (novelty) dalam perjalanannya.
Dualisme
Merupakan pemahaman moderat yang berada diantara Rasionalisme dan Empirisme. Jika A = A pada rasionalisme dan A =/ A pada empirisme maka pendukung aliran ini percaya bahwa A bisa sama dengan A + 1. Jika rasionalisme mengakui sesuatu yang bersifat Esa/ Tunggal/ Monoisme dan empirisme mengakui hal yang Jamak/ Pluralisme, maka paham dualisme tidak keduanya/ Filsuf yang berfilsafat menggunakan paradigma ini adalah Immanuel Kant (1671) yang mempercayai bahwa ilmu diperoleh berasal hasil pencarian yang bersifat apriori (rasionalisme) dan sintetik (empirisme). Pemahaman modern sekarang ini seperti kapitalisme, materialisme, pragmatisme, dan liberalisme diturunkan dari pemahaman Kant yang menempatkan spiritualisme paling bawah diantara hal lain dalam membangun kehidupan.
Demikianlah perbandingan tiga aliran filsafat yang telah ada hingga saat ini. Semoga pembahasan kali ini bisa membuat kita lebih bijaksana dalam berpikir dan mengomentari hasil pemikiran orang yang bertentangan dengan kita. Tidak ada segala sesuatu yang paling benar dan paling salah jika kita masih berada di dunia.
Wabilahi taufik wal hidayah.
Wassalamu’alaykum warahmatullohi wabarokatuh.
Komentar
Posting Komentar
Silakan berdiskusi pada kolom komentar yang telah disediakan. Terima kasih.