Refleksi Kuliah 2 Filsafat PEP (Zoom) - 6 September 2021

Ditulis oleh : Purwoko Haryadi Santoso (21701261044)
Program studi : S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (Kelas C)

Bismillahirrohmanirrohim. 
Assalamu'alaykum warohmatullahi wabarakatuh


 
Tema pertemuan ke-2 pada tanggal 6 September 2021 adalah tentang renungan bahwa tidak ada yang dimiliki manusia satu halpun di dunia ini. Tak ada hal yang bisa dibanggakan dalam diri manusia meskipun telah banyak pencapaian, ilmu, harta, kekuasaan, dan lain-lain yang telah diperolehnya. Bisa dibayangkan bahwa manusia sesungguhnya hanyalah sebagian kecil bagian yang berpartisipasi dalam perjalanan ruang dan waktu dalam dunia ini. Jika direnungi secara spiritualitas ternyata semuanya akan kembali kepada Sang Pencipta Yang Maha Agung, Yang Maha Pemilik Ilmu, Yang Maha Pemberi Rezeki hingga kita bisa hidup sampai saat ini termasuk saya yang masih bisa membuat tulisan ini dan Saudara yang masih bisa berkesempatan membaca tulisan ini. Mari bersama-sama kita mengucapkan Alhamdulillah.

Melalui kuliah Filsafat hari ini, hal yang paling membuat saya merenung adalah kita tidak boleh membanggakan diri akan ilmu yang telah kita miliki. Bapak Marsigit menyebutkan jika beliau berpikir bahwa ketika mengajar mahasiswa S2 dan S3 dapat diibaratkan sebagai kegiatan silaturahmi antar gunung dimana gunung merepresentasikan ilmu yang dimiliki seorang mahasiswa S2 dan S3. Masing-masing dari kita memiliki latar belakang keilmuan yang beraneka ragam, sudut pandang yang bermacam-macam, dan kepentingan masing-masing sehingga hal ini dapat digambarkan sebagai suatu barisan pegunungan yang bertemu dalam suatu tempat. Setiap gunung memiliki kemungkinan untuk meletus untuk menutupi gunung-gunung di sekitarnya. Nah, hal ini yang harus dihindari terutama bagi orang-orang yang berilmu. Orang berilmu sebaiknya bisa berpikir bahwa diri ini ada batasnya dan kita harus sadar bahwa kita harus membatasi diri kita untuk berpikir.



Seperti Notebook of The Day yang dipublikasi Bapak Marsigit melalui akun facebooknya pada gambar di atas. Intisari yang bisa saya renungkan adalah kita belum tentu benar atau baik ketika berhasil menutup gunung-gunung di sekitarnya dan kita belum tentu buruk ketika ditutupi oleh letusan gunung di sekitarnya. Yang kita anggap benar bisa jadi salah. Bahkan yang kita anggap salah bisa jadi benar. Untuk itu kita perlu merenungi bahwa ego setiap gunung harus diluruhkan untuk menghindari tragedi yang seharusnya tidak terjadi dalam kehidupan kita.

Delapan pertanyaan yang diajukan Bapak Marsigit dalam terapi perkuliahan hari ini berjudul "Luruh Ego 1". Tujuannya adalah untuk menghindari letusan yang telah dibahas baru saja pada paragraf sebelumnya. Kedelapan pertanyaan tersebut antara lain :

1. Siapa Anda ?
2. Anda berasal darimana ?
3. Apa tujuan Anda ?
4. Apa yang anda kerjakan ?
5. Anda bersama siapa ?
6. Anda dimana sekarang ?
7. Kenapa Anda ada ?
8. Apa yang Anda pegang ? 

Apakah Saudara pembaca bisa berpikir sejenak dan merenungi jawaban dari masing-masing pertanyaan ini. Kedelapan pertanyaan ini harus dijawab secara spontan dengan maksimal 3 kata yang diperbolehkan. Setelah membandingkan jawaban yang saya tulis pada kertas dengan jawaban yang telah ditentukan oleh Bapak Marsigit, Alhamdulillah, tidak ada satupun jawaban saya yang benar. Hahaha. Berdasarkan eksperimen terapi oleh Bapak Marsigit hari ini, perlakuan Bapak Marsigit telah menyadarkan saya akan pentingnya rendah hati dalam berilmu. Saya tidak boleh tinggi hati akan ilmu yang saya miliki. Semoga renungan hari ini bisa tersalurkan kepada Saudara pembaca tulisan saya kali ini, ya. Alhamdulillah sekian yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf atas segala kalimat yang tidak berkenan. Semoga bermanfaat bagi para pembaca.

Wabilahi taufik wal hidayah. 
Wassalamu’alaykum warahmatullohi wabarokatuh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman dan Tips-Tips Lolos CPNS Dosen Kemenristekdikti

Pengaruh Suasana Kelas yang Monoton dan Membosankan terhadap Proses Pembelajaran

Analisis Dimensi dan Kesetaraan Besaran