Refleksi Kuliah 3 Filsafat PEP (Zoom) - 13 September 2021

Ditulis oleh : Purwoko Haryadi Santoso (21701261044)

Program studi : S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (Kelas C)

 

Bismillahirrohmanirrohim. 

Assalamu'alaykum warohmatullahi wabarakatuh

Tema pertemuan ke-3 pada tanggal 13 September 2021 adalah masih sama dengan yang dilakukan pada pertemuan ke-2 yaitu bagaimana cara kita untuk mengelola ego diri dalam berkehidupan. Di awal perkuliahan, Bapak Marsigit sudah menyiapkan 20 pertanyaan terbuka dengan peraturan yang sama yaitu dijawab secara spontan maksimal menggunakan 3 kata. Setelah mahasiswa menyiapkan kertas dan alat tulis, Bapak Marsigit mulai membacakan pertanyaannya satu per satu. Kedua puluh pertanyaan tersebut antara lain :


1.      Berapa umur Anda ? (satu)

2.      Siapa orang tua Anda ? (pengada)

3.      Kapan Anda menikah ? (setiap saat)

4.      Anda sakit apa ? (jelas)

5.      Apa materi rumus ? (contoh)

6.      Apa rumahnya rumus ? (aturan)

7.      Apa rumahnya aturan ? (...)

8.      Anda hidup untuk ? (ada, mengada, pengada)

9.      Kapan Anda pusing ? (logos)

10.  Kapan bumi berputar ? (sadar)

11.  Kapan matahari terbit ? (sadar)

12.  Kapan matahari terbenam ? (sadar)

13.  Apa yang ada di langit ? (aturan)

14.  Apa yang ada di bumi ? (realitas)

15.  Kapan dimulai ? (asumsi)

16.  Kapan berakhir ? (mitos)

17.  Mmm (antitesis)

18.  Mmm (tesis)

19.  Apa materi doa ? (ikhlas)

20.  Kapan dimulai ? (batas)

Kata/ kalimat yang berada di dalam tanda kurung adalah pernyataan yang disampaikan oleh Bapak Marsigit setelah kedua puluh pertanyaan dalam terapi “Luruh Ego 2” hari ini dibacakan. Setelah mahasiswa mengirim jawabannya masing-masing melalui “japri” WhatsApp (WA) Bapak Marsigit, kami mencocokkan jawaban Bapak Marsigit dengan jawaban kami. Alhamdulillah, hasil pertemuan ke-3 adalah saya lagi-lagi salah semua. Hehehe. Akan tetapi, pasti ada hikmah di balik setiap kejadian. Renungan yang bisa saya ambil adalah bahwa saya masih belum selesai dalam proses berfilsafat karena jika sudah benar artinya saya sudah jelas. Kemudian jika sudah jelas, saya akan berhenti berfilsafat. Seperti pertanyaan Bapak Marsigit nomor 4, filsafat akan sakit jika seseorang sudah merasa jelas. Oleh karena itu, tujuan dari mengikuti kuliah filsafat sebenarnya agar kita selalu berpikir dan merenungkan setiap kejadian yang terjadi. Tapi, bisa juga ini menjadi alibi saya saja, hehehe.

Mungkin tulisan kali ini akan terlalu panjang jika saya membahas pembahasan jawaban dari Bapak Marsigit satu per satu. Oleh karena itu, saya tertarik untuk membahas salah satu pertanyaan yaitu “Siapa orang tua Anda ?” Jawaban saya adalah bapak dan ibu, pernyataan yang keluar dari orang awam dalam ilmu filsafat, hehehe. Jawaban ini tidak sepenuhnya salah karena secara jasmani manusia memang dilahirkan dari bapak dan ibu. Oleh karena itu, menurut saya wajar jika saya bisa beralasan mengapa saya mengeluarkan jawaban tersebut. Hehehe. Namun, jawaban yang lebih universal adalah “pengada”. Pengada adalah sesuatu yang dapat membuat hal lain agar ada untuk mengada. Ketika sesuatu ada maka secara otomatis dia akan menjadi pengada. Misal saja untuk diri kita sendiri. Jika sekarang kita ada maka diri kita adalah pengada diri kita keesokan harinya seperti yang dijelaskan pada Note of The Day Bapak Marsigit yang dipublikasikan pada akun Facebook-nya pada tanggal 2 September 2021.


Pada sesi diskusi, Bapak Marsigit mendapatkan pertanyaan dari salah satu teman kami yaitu Mas Tafakur yang bertanya mengenai Note of The Day Bapak Marsigit pada tanggal 10 September 2021 yang bunyinya dapat dibaca pada gambar di bawah ini.


Sebenarnya penjelasannya sudah dijelaskan secara tersirat pada postingan Bapak Marsigit setelahnya, lihat gambar di bawah ini.


Akan tetapi, disini saya akan mencoba merenungkannya. Yang dijelaskan oleh Bapak Marsigit dalam postingan ini adalah bagaimana proses manusia mencari ilmu melalui proses berpikir kita. Pikiran kita terdiri dari dua antara lain logika dan realita. Logika adalah proses berpikir yang bersifat analitik dan a priori. Analitik berarti konsisten dan taat asas. Sedangkan a priori adalah mengetahui sebelum mengalaminya. Dengan menggunakan logika kita bisa menyimpulkan bahwa di puncak gunung akan terasa dingin sehingga kita mempersiapkan diri membawa jaket meskipun kita belum sampai di puncak gunung. Sebaliknya berpikir melalui realita bersumber dari pengalaman yang pernah ditemukan. Proses berpikir ini mengikuti pola sintetik yang menjelaskan hukum sebab akibat. Apa yang kamu tanam akan sesuai dengan apa yang kamu tuai, jika pepatah mengatakan. Seseorang akan menyadari dan memperoleh ilmu ketika harus menemukan pengalamannya sendiri. Proses berpikir ini dikenal dengan istilah a posteriori. Seorang peneliti akan mengevaluasi hasil penelitiannya yang masih ada kelemahannya setelah dia selesai mengerjakan proyek penelitiannya.

 

Demikianlah review perkuliahan ke-3 pada mata kuliah Filsafat PEP Bapak Marsigit yang bisa saya sampaikan. Alhamdulillah terima kasih atas segala ilmu yang bisa menjadi renungan kami, nggih, prof. Mohon maaf jika ada kesalahan yang tidak sengaja dalam tulisan saya kali ini. 

 

Wabilahi taufik wal hidayah. 

Wassalamu’alaykum warahmatullohi wabarokatuh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman dan Tips-Tips Lolos CPNS Dosen Kemenristekdikti

Pengaruh Suasana Kelas yang Monoton dan Membosankan terhadap Proses Pembelajaran

Analisis Dimensi dan Kesetaraan Besaran