Refleksi Kuliah 5 Filsafat PEP (Zoom) - 27 September 2021
Ditulis oleh : Purwoko
Haryadi Santoso (21701261044)
Program studi : S3
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (Kelas C)
Bismillahirrohmanirrohim.
Assalamu'alaykum
warohmatullahi wabarakatuh
Kegiatan yang bertajuk “Luruh Ego 4” dilaksanakan kembali sebagai kegiatan
awal pada pertemuan kelima hari ini. Tidak ada perubahan aturan seperti yang
pernah dilaksanakan pada pertemuan-pertemuan sebelumnya sehingga secara lansung
Bapak Marsigit mengawali pertemuan kelima dengan mengajukan 36 pertanyaan kepada
peserta kelas yang bertujuan untuk “mengadakan yang mungkin ada” yaitu tentang ilmu
yang berada di dalam pikiran kita semuanya. Ketiga puluh enam pertanyaan
tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Apa filsafatnya menganggap sempurna ? (idealisme)
2.
Apa filsafatnya ingin sempurna ? (perfeksionisme)
3.
Apa filsafatnya kesempurnaan ? (teologi/ filsafat Tuhan)
4.
Apa filsafatnya merasa sempurna ? (mitos)
5.
Apa filsafatnya tidak sempurna ? (intuisi)
6.
Apa filsafatnya menganggap tidak sempurna ? (relatif)
7. Apa filsafatnya menganggap baik ? (aksiologi)
8.
Apa filsafatnya ingin baik ? (aksiologi)
9.
Apa filsafatnya kebaikan ? (interaktif)
10. Apa filsafatnya merasa baik ? (intuisi)
11. Bilangan bulat, yang bulat apanya ? (tidak ada)
12. Bilangan pecah, yang
pecah apanya ? (tidak ada)
13. Bilangan ganjil, yang
ganjil apanya ? (tidak ada)
14. Bilangan prima, yang
prima apanya ? (tidak ada)
15. Bilangan rasional, yang
rasional apanya ? (tidak ada)
16. Bilangan irrasional,
yang irrasional apanya ? (tidak ada)
17. Bilangan kompleks, yang
kompleks apanya ? (tidak ada)
18. Sudut lancip, yang
lancip apanya ? (tidak ada)
19. Sudut tumpul, yang tumpul
apanya ? (tidak ada)
20. Garis lurus, yang lurus
apanya ? (tidak ada)
21. Garis tegak lurus, yang
tegak lurus apanya ? (tidak ada)
22. Bidang datar, yang datar
apanya ? (tidak ada)
23. Garis lengkung, yang
lengkung apanya ? (tidak ada)
24. Lingkaran, yang
melingkar apanya ? (tidak ada)
25. Garis sejajar yang
sejajar apanya ? (tidak ada)
26. Kenapa sebab ? (mulai)
27. Kenapa kenapa ?
(metafisik)
28. Kenapa tidak mulai ?
(intuisi)
29. Kenapa berangkat ?
(janji)
30. Kenapa akibat ? (belum
tentu sebab)
31. Kenapa berhenti ?
(mitos)
32. Kenapa berakhir ?
(mitos)
33. Kenapa diam ? (tak ada
antitesis)
34. Kenapa naik ? (karena
realita)
35. Kenapa turun ? (karena
logika)
36. Kenapa beda ? (kaena kontradiksi)
Kata atau kalimat yang bertanda kurung adalah jawaban yang disampaikan oleh
Bapak Marsigit setelah seluruh mahasiswa mengirimkan jawabannya melalui “japri”
kepada nomor WA Bapak Marsigit. Tiga jawaban benar pada pertemuan kelima ini
merupakan peningkatan pencapaian saya pada perkuliahan Filsafat PEP minggu kelima
dalam menyamakan persepsi saya pada tiga pertanyaan Bapak Marsigit. Meskipun,
ketiga pertanyaan itu berhubungan dengan jawaban benar saya pada minggu lalu
yaitu “mitos” dan satu jawaban benar yang baru yaitu apa filsafatnya “ingin
sempurna”. Akan tetapi, jika saya berpikir bahwa mungkin perlakuan “Luruh Ego”
yang diterapkan Bapak Marsigit cukup berarti memberikan pandangan tambahan bagi
saya dalam mengikuti kuliah filsafat.
Beberapa hasil pemikiran Bapak Marsigit terhadap beberapa aliran filsafat
yang pernah diajukan filsuf pendahulu masih menjadi topik diskusi dalam
pertemuan kali ini. Hal yang paling banyak di bahas oleh Bapak pada pertemuan
kelima ini adalah terkait dengan pertanyaan nomor 11 sampai dengan 25 yang
semuanya cukup dijawab dengan keputusan “tidak ada”. Hal ini menjadi pertanyaan
dalam benak saya sebagai orang awam yang sudah belajar matematika di dalam ilmu
fisika yang sudah saya geluti. Akan tetapi, ternyata saya sedang lupa bahwa
segala yang ditetapkan dalam keilmuwan matematika seringkali menggunakan
pendekatan “dianggap sempurna” (idealisme). Bilangan bulat adalah sebuah konsep
yang menjelaskan seluruh anggota bilangan yang kita pahami sekarang. Konsep
diciptakan untuk mempermudah kita dalam memanggil anggota bilangan ini untuk
disampaikan kepada orang lain tanpa menyebutkannya satu per satu. Artinya,
konsep ini adalah hasil pemikiran manusia untuk mengidealisasi anggota bilangan
tertentu yang mana mereka dikelompokkan di dalam satu keluarga besar bilangan
bulat. Sama halnya dengan sudut lancip yang sebenarnya tidak ada keberadaannya di
dunia ini meskipun dalam tingkat mikroskopis sekalipun.
Kemudian, tentang paham perfeksionisme yang selalu merasa ingin sempurna (perfek). Paham ini sekilas mirip dengan paham idealisme. Akan tetapi, paham perfeksionisme ini seolah-olah memaksa sesuatu yang diketahui tidak sempurna mereka merasa bahwa hal itu sempurna. Selain itu, Bapak Marsigit juga menyinggung tentang bagaimana jika filsafat bangsa Indonesia yaitu Pancasila ? Pancasila itu filsafatnya apa ? Menurut Bapak Marsigit Pancasila adalah filsafat Monodualisme. Mono artinya sifat Esa kepada Tuhan (hablumminalloh) dan Dualisme artinya hubungan dengan manusia lainnya (hablumminannas). Seperti yang disampaikan pada Note of The Day Bapak Marsigit di dalam akun facebook-nya yang tampak pada gambar di bawah ini.
Habluminannas adalah suatu keniscayaan akan pemenuhan kebutuhan manusia dalam
berkomunikasi untuk berusaha saling bantu membantu sesama manusia lain dalam
menjalani hidup ini. Sifat manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan
untuk bersosialisasi dalam berbagai aspek kebaikan yang bermanfaat bagi
kebutuhan masyarakat sekita kita. Kemudian, selain habluminannas, kita seharusnya
tidak lupa dengan asal usul kita akan habluminalloh (berhubungan dengan Tuhan) untuk
menunjukkan kepada kita hablumminannas mana yang harus kita lakukan supaya kita
tidak terjerumus ke dalam hablum yang buruk yang secara jelas golongan ini
termasuk ke dalam hal yang bersifat keburukan.
Demikianlah hal yang bisa saya sampaikan dalam refleksi kuliah filsafat pada
pertemuan kelima kali ini. Yang bisa disimpulkan dalam refleksi kuliah pada
pertemuan ini adalah kita boleh-boleh saja memiliki pemikiran idealisme dalam
rangka memudahkan kita untuk menjelaskan suatu informasi keilmuan kepada orang
lain. Akan tetapi, jangan lupa bahwa semua itu harus disadari akan hadirnya
ketidaksempurnaan yang dimiliki dunia ini yang menjadikan manusia tetap bisa
ada sampai saat ini. Ketidaksempurnaan manusia membuat manusia membutuhkan akan
hubungan sesama manusia (hablumminannas) dalam hal kebaikan untuk mengabdi
kepada Tuhannya sebagai kebutuhan rohaninya dalam habluminalloh. Dengan
demikian, saya meminta maaf jika terdapat kekeliruan dalam refleksi kali ini.
Wabilahi taufik wal
hidayah.
Komentar
Posting Komentar
Silakan berdiskusi pada kolom komentar yang telah disediakan. Terima kasih.