Refleksi Kuliah 4 Filsafat PEP (Zoom) - 20 September 2021

Ditulis oleh : Purwoko Haryadi Santoso (21701261044)

Program studi : S3 Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (Kelas C)

 

Bismillahirrohmanirrohim. 

Assalamu'alaykum warohmatullahi wabarakatuh



Alhamdulillah, kami masih bisa dipertemukan dalam perkuliahan Filsafat Penelitian dan Evaluasi Pendidikan pada pertemuan keempat ini. Seperti pada pertemuan kedua dan ketiga sebelumnya, bapak Marsigit mengawali diskusi kelas dengan memberikan pertanyaan yang masih bertajuk sebagai “Luruh Ego 3” dalam pertemuan Zoom pada tanggal 20 September 2021. Perbedaannya dengan pertemuan sebelumnya secara jelas adalah jumlah pertanyaan yang semakin banyak daripada pertemuan sebelumnya. Melalui pertanyaan awal dalam setiap kegiatan luruh ego ini, Bapak Marsigit tampaknya ingin mengarahkan pemahaman awal mahasiswa sebelum masuk ke dalam topik yang akan didiskusikan dalam setiap pertemuan perkuliahannya. Pada tulisan kali ini, penulis akan mencoba merefleksikan salah satu dari empat puluh pertanyaan dan jawaban kegiatan luruh ego 3 berdasarkan yang disampaikan Bapak Marsigit (yang berada dalam tanda kurung) adalah sebagai berikut.


1.      Apa filsafatnya untung ? (kapitalisme)

2.      Apa filsafatnya rugi ? (kapitalisme)

3.      Apa filsafatnya pelit ? (kapitalisme)

4.      Apa filsafatnya sendiri ? (individualisme)

5.      Apa filsafatnya bersama ? (objektivisme)

6.      Apa filsafatku ? (subjektivisme)

7.      Apa filsafatnya menyicil ? (reduksionisme)


8.      Apa filsafatnya hutang ? (reduksionisme)

9.      Apa filsafatnya menyempit ? (reduksionisme)


10.  Apa filsafatnya memendek ? (reduksionisme)


11.  Apa filsafatnya menipis ? (reduksionisme)

12.  Apa filsafatnya menebal ? (ekstensialisme)

13.  Apa filsafatnya melebar ? (ekstensialisme)

14.  Apa filsafatnya meninggi ? (intensifisme)

15.  Apa filsafatnya merendah ? (reduksionisme)

16.  Apa filsafatnya meluas ? (ekstensialisme)

17.  Apa filsafatnya isi ? (substansialisme)

18.  Apa filsafatnya wadah ? (formalisme)

19.  Apa filsafatnya jauh ? (teologi)

20.  Apa filsafatnya bertanya ? (kritisisme)

21.  Apa filsafatnya menjawab ? (antitesis)

22.  Apa filsafatnya melihat ? (persepsionalisme)

23.  Apa filsafatnya mimpi ? (fiksi)

24.  Apa filsafatnya mulai ? (fondasionalisme)

25.  Apa filsafatnya tidak mulai ? (anti fondasionalisme)

26.  Apa filsafatnya berakhir ? (mitos)

27.  Apa filsafatnya tidak berakhir ? (infinit)

28.  Apa filsafatnya tidak masuk ? (nihilisme)

29.  Apa filsafatnya disana ? (transendental)

30.  Apa filsafatnya melambung ? (transendental)

31.  Apa filsafatnya hubungan ? (koneksionalisme)

32.  Apa filsafatnya belajar ? (konstruktivisme)

33.  Apa filsafatnya hidup ? (hermeneutics)

34.  Apa filsafatnya menilai ? (determinisme)

35.  Apa filsafatnya marah ? (determinisme)

36.  Apa filsafatnya perintah ? (determinisme)

37.  Apa filsafatnya tidur ? (nihilisme)

38.  Apa filsafatnya narkoba ? (hedonisme)

39.  Apa filsafatnya saran ? (kriticisme)

40.  Apa filsafatnya menggoreng ? (sintesis)


 

Setelah mahasiswa menjawab secara spontan pada secarik kertas maka jawaban harus difoto terlebih dahulu dan dikirim secara japri melalui WhatsApp (WA) kepada Bapak Marsigit sebelum Bapak menjelaskan makna dari masing-masing pertanyaan ini. Dibandingkan dua luruh ego sebelumnya, alhamdulillah, terdapat pencapaian saya dalam pertemuan keempat kali ini yaitu akhirnya setelah dua pertemuan yang lalu tidak pernah ada yang benar, hehehe. Tetapi, sebenarnya jawaban yang benar ini bukan merupakan ilmu baru dalam sudut pandang empirisme karena jawaban benar saya sudah pernah didiskusikan pada luruh ego kedua yaitu pada pertanyaan nomor 26 bahwa mitos adanya jika seorang manusia berhenti untuk berfilsafat. Namun, sebaliknya pengetahuan ini bersifat a priori karena saya belum mengetahui jawabannya sebelum Bapak Marsigit menyampaikan jawabannya (yang berada pada tanda kurung). Penjelasan mengenai makna dari jawaban pertanyaan ini dapat dilihat pembahasannya pada tulisan tentang refleksi perkuliahan (zoom) ketiga pada tanggal 20 September 2021.

Keempat puluh pertanyaan ini mengisyaratkan beberapa aliran pemikiran yang pernah dihasilkan oleh manusia sepanjang peradabannya. Seperti filsafat criticism yang dimiliki oleh filsuf berdarah Jerman yaitu Immanuel Kant yang menjadi penengah dalam perseturuan yang tak kunjung selesai antara paham rasionalisme (Plato, Rene Descartes, dkk) dan pemikiran empirisme (Aristoteles, David Humme, dkk). Kedua kubu selalu bertengkar dalam mempertahankan gagasan dan sudut pandangnya. Salah satu kubu yaitu rasionalisme bertahan pada pernyataan bahwa tidak ada ilmu jika tidak melalui proses pemikiran. Sedangkan kubu yang berseberangan yaitu empirisme tidak ada ilmu jika tidak ada pengalaman. Akhirnya, Kant hadir untuk mengomentari pertengkaran ini sebagai sebuah kompromi melalui buku yang ia tulis “The Critique of Pure Reason” sebagai proses menuju aliran filsafat modern. Kant berpendapat bahwa tidak ada kubu yang benar dan tidak ada kubu yang salah. Kelebihan dan kekurangan selalu menyertai dalam setiap pemikiran kedua aliran ini. Rasionalisme, menurut Kant, bukanlah ilmu baru karena kita hanya mempelajari apa yang sudah diketahui sebelumnya (tautologis). Akhirnya Kant menyarankan untuk membuat pemikiran kompromi dengan gagasan sintetik a priori-nya yang akhirnya menghasilkan yang namanya metode saintifik.

Untuk memahami makna dari teori pengetahuan yang diajukan Kant, kita bisa memahami ilustrasi yang dijelaskan Bapak Marsigit pada postingan Note of The Day-nya pada tanggal 24 September 2021 di bawah ini.

 

 

Sebenar-benar filsafat adalah penjelasannya, kira-kira seperti itu yang selalu disampaikan Bapak Marsigit dalam setiap perkuliahan filsafatnya. Untuk memahami konsep sintetik a priori yang diajukan Kant, kita bisa memahami hakikat ilmu murni dalam konteks dunia tinju di atas. Pikiran analitik percaya bahwa pukulan itu benar karena adanya rasa sakit yang ditimbulkan. Jika tidak sakit maka pukulan tidak dianggap ada. Selanjutnya, meskipun kita belum pernah dipukul, kita percaya bahwa pukulan yang keras akan menyebabkan petinju kalah. Ini adalah pemahaman kita dalam aliran pemikiran rasionalisme. Sebaliknya, pengalaman dipukul akan memberikan pengetahuan bahwa pukulan itu nyata adanya. Jika sudah berpengalaman (a posteriori), pukulan yang keras dipercaya akan menyebabkan rival akan kalah seperti yang dipikirkan dalam aliran empirisme yang menjunjung tinggi pengalaman dalam mengembangkan pengetahuan. Pengetahuan a priori Kant menganggap bahwa jika pukulan ini dilanjutkan (a priori) maka selanjutnya akan menyebabkan pemain kalah (sintetik).

 


Demikianlah yang bisa saya refleksikan tentang perkuliahan yang saya lalui pada pertemuan keempat yang mengarahkan seputar beberapa aliran filsafat yang diakhiri dengan pembahasan kritik Kant terhadap perseturuan yang terjadi. Pembahasan terpisah tentang teori pengetahuan Kant dapat dibaca pada tulisan saya pada postingan yang lain. Mohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan yang disampaikan pada tulisan kali ini.

 

Wabilahi taufik wal hidayah. 

Wassalamu’alaykum warahmatullohi wabarokatuh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman dan Tips-Tips Lolos CPNS Dosen Kemenristekdikti

Pengaruh Suasana Kelas yang Monoton dan Membosankan terhadap Proses Pembelajaran

Analisis Dimensi dan Kesetaraan Besaran